Berita lengkap tentang Deklatasi Citatah
Untuk Melindungi Aset Keilmuan dan Lingkungan
Moratorium Kawasan Citatah
Pemecahan masalah yang kompleks di kawasan karst Citatah (atau biasa juga disebut karst Rajamandala) mutlak memerlukan komitmen dari semua pihak. Persoalan yang ada di kawasan tersebut tidak hanya perlindungan aset keilmuan dan lingkungan, tetapi juga hajat hidup orang banyak.
Pernyataan sikap sejumlah kalangan untuk melindungi kawasan ini ditunjukkan dengan penandatanganan "Deklarasi Citatah" dalam Seminar Pelestarian Kawasan Karst Citatah di Aula Redaksi Pikiran Rakyat, Jln. Soekarno-Hatta 147 Bandung, Kamis (10/6).
Deklarasi tersebut ditandatangani Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf, Wakil Bupati Bandung Barat Ernawan Natasaputra, perwakilan kedinasan dari tingkat Pemprov Jabar dan Pemkab Bandung Barat, serta sejumlah elemen masyarakat pencinta alam. Intinya, dalam deklarasi itu sejumlah pihak yang hadir sepakat bahwa kawasan karst Citatah merupakan kawasan yang harus dilindungi karena menyimpan nilai keilmuan, kebudayaan, dan lingkungan.
Dalam kesempatan itu, Wagub Jabar Dede Yusuf melontarkan wacana moratorium, yaitu pengkajian kembali izin usaha pertambangan yang saat ini berlangsung di sepanjang karst Citatah. Hal itu bertujuan mengerem laju kerusakan di kawasan karst yang ditengarai sudah terbentuk sekitar 30 juta tahun lalu ini.
"Kami lakukan upaya bersama, salah satunya moratorium untuk mengevaluasi kembali kebijakan izin yang sudah dikeluarkan karena masih ada penambangan yang berlanjut. Ada beberapa izin yang masih dilaksanakan dan ada yang sudah dihentikan. Kami akan kaji ulang semua izin. Kalau masih ada izin untuk menambang lebih baik dihentikan dulu karena terkait dengan banyak kepentingan," katanya.
Dede menambahkan, ada tahap-tahap untuk membenahi kawasan karst Citatah. Pertama, perlu adanya pembinaan dan sosialisasi terhadap pengembang. Selain itu, diadakan pemantauan serta pengawasan di lapangan secara terus-menerus dan berkelanjutan. Kedua, organisasi perangkat daerah (OPD) yang terkait agar terus melakukan pembicaraan dengan masyarakat dan penambang. Ketiga, melakukan penegakan hukum kepada PNS yang terlibat, dengan memberi sanksi apabila yang bersangkutan terkait dengan penambangan karst Citatah.
Berdasarkan data Dinas Bina Marga dan Pengairan (DBMP) Kabupaten Bandung Barat, saat ini terdapat lima perusahaan yang memiliki izin untuk melakukan usaha pertambangan di kawasan ini. Sementara tiga belas izin usaha yang diajukan tahun ini, belum bisa disikapi karena menunggu pembahasan karst Citatah ini selesai.
Berkaitan dengan pentingnya kawasan Citatah, Wakil Bupati Bandung Barat Ernawan Natasaputra mengemukakan, pemanfaatan kawasan karst Citatah tidak harus mengorbankan kepentingan lingkungan dan keilmuan. Kendati tidak menyebutkan angka pasti, dia menilai kontribusi kegiatan pertambangan di karst Citatah bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kab. Bandung Barat tidak sebanding dengan aspek lingkungan. "Angka PAD-nya tidak sebanding dengan kerusakan alamnya," ujar Ernawan.
Masterplan
Kepala Subbidang Mitigasi Bencana Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat, Tulus Sibuea mengatakan, saat ini masterplan untuk kawasan Citatah tengah dalam penggodokan. Pihak ketiga, konsultan, menjadi pelaksana penyusunan masterplan ini. Namun, kerangka rancangannya tetap mengakomodasi sejumlah kalangan.
Belum bisa dipastikan bagaimana cakupan masterplan ini, termasuk berapa besar luas wilayah yang masuk ke dalamnya. Namun, Tulus memastikan, kerangka rancangan ini akan bersifat menyeluruh, meliputi berbagai aspek kemasyarakatan yang ada di wilayah ini. Keberadaan masterplan ini kemudian akan menjadi rujukan bagi sejumlah kalangan untuk mengambil kebijakan.
Selama penyusunan masterplan berlangsung, menurut dia, kerusakan alam yang terjadi akibat kegiatan pertambangan tidak bisa dibiarkan. Moratorium adalah salah satu upaya yang memungkinkan. "Moratorium tidak berkaitan dengan masterplan. Moratorium lebih merupakan tindakan preventif terhadap laju kerusakan yang ditimbulkan," katanya.
Pentingnya keberadaan masterplan juga dikemukakan Sekretaris Jenderal Kelompok Riset Cekungan Bandung (KRCB), Sujatmiko. Dia mengatakan, masterplan kawasan karst Citatah harus dibuat berdasarkan fungsi yang ada. "Misalnya untuk daerah panjat tebing, untuk latihan militer, dan pemanfaatan sektor pariwisata. Bersama ESDM Provinsi Jabar, BPLHD Jabar, KRCB, dan Kab. Bandung Barat, kami membuat masterplan ini," katanya.
Sementara itu, antropolog dari Universitas Padjadjaran Kusnaka Adimihardja menilai, saat ini kunci pengelolaan karst berada di tangan pemerintah sebagai penentu kebijakan. Alasannya, persoalan serta aspirasi seputar kawasan ini telah berlangsung sejak lama. "Yang terpenting komitmen pemerintah, bagaimana menyikapi masukan yang ada dalam kajian mengenai kawasan ini. Masukan sudah banyak, tinggal menunggu realisasinya," ujar Kusnaka.