Rabu, 11 Agustus 2010

1000 Jalur Panjat Tebing Untuk Indonesia

Percepatan perkembangan aktivitas panjat tebing tentunya tidak bisa lepas dari aktivitas pembuatan jalur panjat tebing itu sendiri. Pembukaan dan pembuatan jalur pada sebuah tebing baru pada dasarnya memang dilakukan untuk merintis lintasan pemanjatan dalam mencapai titik ketinggian tertentu. Namun kenyataannya, sang pemanjat bisa membuat jalur tersebut sebagai jalur temporer atau sebagai jalur permanen—dengan meninggalkan pengaman (hanger). Di satu sisi, sebuah jalur permanen bisa memiliki manfaat jangka panjang tersendiri.

Ketika seorang pemanjat membuka sebuah jalur baru dan kemudian membuat jalur permanen, maka lintasan yang pernah ia panjat tersebut bisa terus dimanfaatkan oleh pemanjat-pemanjat lain dalam melakukan pemanjatan-pemanjatan selanjutnya. Terlepas jalur tersebut kemudian digunakan untuk aktivitas petualangan dan ekspedisi, latihan, hobi, atau bahkan untuk aktivitas wisata—yang pasti, pembuatan suatu jalur permanen sangat potensial untuk mendukung pengembangan aktivitas panjat tebing secara umum.

Walau bisa sangat bermanfaat, pembuatan suatu jalur panjat tebing tentunya tidak juga bisa dilakukan secara ‘sembarangan’. Banyak faktor yang mesti dipertimbangkan dalam membuat suatu jalur permanen. Selain mesti didukung skill yang mumpuni dalam teknis peamanjatan (termasuk pertimbangan dalam menentukan titik pengaman dan arah pemanjatan), seorang pembuat jalur juga sepatutnya memiliki wawasan yang cukup mengenai etika panjat tebing.

Berbicara soal ‘1000 Jalur untuk Indonesia’, agenda ini tentunya bukan semata ajang dadakan. Perjalanan prosesnya telah saya mulai sejak jalur pertama saya yang dibuat pada 1989. Proses ini terus dijalani, dan hingga pertengahan 2010 ini jumlah jalur yang saya buat telah mencapai jumlah 700-an. Berawal untuk mendukung hobi dan kesenangan pada panjat tebing, aktivitas pembuatan jalur kemudian seolah melebur bersama rangkaian aktivitas pemanjatan yang saya lakukan. Setiap melakukan pemanjatan di suatu ‘tebing baru’, saya hampir selalu membuat jalur permanen—dengan harapan, bahwa jalur yang saya tinggalkan tersebut bisa dimanfaatkan oleh rekan-rekan pemanjat lain. Bagi saya, pembuatan jalur juga bisa menjadi triger yang mendukung perkembangan aktivitas panjat tebing di suatu tebing atau daerah tertentu. Di sisi lain, kampanye tentang tebing alam pun dilesapkan dalam kegiatan tersebut. Seiring waktu, runutan aktivitas pembuatan jalur tersebut tersebut kemudian terelaborasikan dalam sebuah agenda besar: ‘1000 Jalur untuk Indonesia’.

Nyatanya, 1000 bukanlah semata angka. Apa yang diusung dalam agenda besar ini adalah sebuah upaya untuk menggulirkan semangat aktivitas panjat tebing di Indonesia. Dalam konteks ini, proses pembuatan jalur-jalur panjat tebing dalam ajang ini samasekali bukan soal mengejar quota. Angka 1000 (yang memang nampak fantastis) hanyalah representasi atas jumlah banyak dari jalur-jalur panjat tebing yang pernah dibuat—sekaligus gambaran atas semangat yang diusung dalam proses merintisnya. Namun demikian, toh tak mungkin dimungkiri bahwa membuat jalur dalam jumlah yang banyak memang bukanlah perkara mudah. Proses ini membutuhkan ‘stamina semangat’ yang panjang. Semangat inilah yang ingin saya bagikan melalui dicetuskannya agenda ‘1000 Jalur untuk Indonesia’ ini.

Aktivitas pembuatan jalur dalam ajang ‘1000 Jalur untuk Indonesia’ ini tentunya juga bukan untuk dihentikan pada jalur ke-1000. Pencapaian angka 1000 kelak merupakan sebuah ‘gong’ untuk kelanjutan semangat yang selama ini telah dirintis. Memang ada banyak anggapan dan interpretasi yang mungkin muncul dalam menyikapi hal ini. Namun, apa yang ingin ditegaskan dalam agenda ‘1000 Jalur untuk Indonesia’ ini adalah misi untuk memelihara semangat di dunia panjat tebing di Indonesia. *tediixdiana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar